BeritaSatu – Sab,
10 Mar 2012
BERITASATU.COM
- WITA (GMT+8) akan dijadikan patokan waktu.
Pemerintah
berencana menyatukan tiga zona waktu Indonesia yang terdiri atas Waktu
Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur
(WIT) menjadi satu nama, dengan WITA (GMT+8) akan dijadikan patokan waktu.
Tujuannya,
agar daya saing ekonomi Indonesia meningkat dan birokrasi lebih efisien.
"WIB,
WITA, dan WIT akan disatukan. Rencananya WITA atau GMT+8 yang akan dijadikan
patokan waktu," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat dan Promosi Komite
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Edib Muslim,
hari ini.
Penyatuan
waktu tersebut untuk meningkatkan produktivitas nasional yang semula hanya
terdapat 190 juta penduduk dalam zona WIB, bisa menjadi 240 juta jika waktunya
disamakan.
"Selisih
satu jam di antara tiga zona waktu di Indonesia ini tidak efektif. Contohnya,
dalam waktu dagang antara dunia usaha di zona WIB dan WIT. Kalau transaksi
perdagangan di Jakarta dimulai jam 09.00 WIB dan berakhir pada jam 17.00 WIB,
berarti waktu yang efektif untuk aktivitas perdagangan antara dunia usaha di
zona WIB dan WIT cuma empat jam," kata Edib.
Edib
menyatakan, penyatuan waktu semata-mata untuk meningkatkan kinerja birokrasi
mulai dari Sabang hingga Merauke. "Selain itu, penyatuan waktu ini juga
bertujuan untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam bidang ekonomi, sosial
politik, bahkan ekologi," kata Edib.
Melalui
GMT+8, masyarakat yang tinggal di kawasan Indonesia timur dan tengah akan
memiliki waktu transaksi yang lebih banyak dengan masyarakat yang tinggal di
kawasan Indonesia barat.
"Kami
memilih GMT+8 karena berada di tengah-tengah antara WIB dan WIT. Kami masih
akan membahas hal ini lebih lanjut," kata Edib.
Komen:
Sebenarnya
ini membuktikan kalau waktu itu relatif. Bukankah 1 tahun di dunia itu sama
dengan 1 jam di akhirat? (mohon koreksi kalau salah). Jam, kalender, dan
penunjuk waktu lainnya, hanyalah alat bantu yang memudahkan manusia dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Dengan adanya alat bantu tersebut, kita
akan mempunyai konsep yang sama untuk mengacu pada satuan waktu tertentu.
Selain tentunya memudahkan perhitungan.
Aku
sih setuju kalau akan dilaksanakan penyatuan waktu. Lebih simpel menurutku.
Bukankah Malaysia dan Singapura, yang seharusnya juga ikut ke WIB, tapi mereka
lebih memilih ikut ke WIT, dengan alasan agar masyarakatnya terbiasa 'bekerja'
lebih pagi. Ya, paling nanti warga Medan akan merasakan waktu subuh itu
ditandai dengan pukul 04.00 di jam dinding, sama seperti di Surabaya
sebelumnya. Sedangkan yang di Surabaya akan merasakan bahwa magrib itu ditandai
dengan pukul 18.45, sama seperti waktu Medan dahulunya. Jadi hanya berubah pada
kebiasaan saja.
Atau
bisa saja kita menganggap sedang berada di luar negri, yang terkadang baru
berbuka puasa pukul 8 malam, atau sahur pukul 2 pagi. ^^
Selain
itu akan tidak ada lagi WITA dan WIT yang harus mengalah pada waktu WIB, hanya
karena Jakarta termasuk WIB. Untuk urusan jam tayang televisi misalnya.
Jadi,
silakan saja kalau mau disatukan.
kenapa ga dari dulu sih...
BalasHapuskan jadinya aku ga perlu nungguin White Snake Legend sampe jam 9 malem *wktu itu msh di bali*
ga pernah tamat lagi klo nonton layar emas,gara2 kemaleman, dan bsknya masuk pagi, huh!
hahaha, ga penting bgt dah ni komen :D
Dulu pas di Bali mah, ga gitu kerasa efek WITA-nya, soalnya agendanya penuh dengan jalan2. Hohoho.... jadi berangkat pagi pulang malam, tidur. Khekhe... Tapi sempat 'kaget' pas biasa sahur di Medan jam 5 kurang, begitu di Surabaya, kudu sahur jam 3 kurang, rasanya ga rela. Waktu itu subuh jam 3.30....
BalasHapus