Selasa, 13 Maret 2012

Reading Brings Knowledge ー Writing Brings Wisdom


Tulisan ini ku temukan dari potongan lembaran koran Kompas. Tapi aku tak tahu edisi tanggal berapa, yang pasti sebuah artikel di Kompas bernama "ULTIMATE-U with Rene Suhardono". Karena bagus, ku gunting. Oke, langsung saja.

Anak saya, Priyanka, sedang menikmati membaca dan menulis. Dalam usia 6 tahun, saya lihat dia jauh lebih hebat dibandingkan saya yang baru benar-benar bisa membaca saat berumur 8 atau 9 tahun. Kami punya kebiasaan untuk saling meninggalkan surat setiap kali saya hendak bepergian keluar kota. Saya selalu membawa surat yang ditulisnya di dalam dompet untuk dibaca ulang setiap kali merasa kangen. Sementara itu, Priyanka biasanya memamerkan surat saya pada istri saya, @yamunaa, guru-guru, dan teman-temannya. Entah apakah dia sudah paham tulisan saya atau tidak. Kalau ada stu kebiasaan yang ingi saya tanamkan sedari kecil pada anak-anak saya adalah keasyikan membaca dan menulis. Kebiasaan menjadi "kutu buku" telah banyak membantu saya melalui masa-masa paling sulit, selain juga memberikan ide-ide terobosan dalam karier dan kehidupan. Namun yang terpenting, membaca buku bagi saya selalu mendatangkan kenikmatan luar biasa.

Knowledge comes, but wisdom lingers. Start with reading & proceed with writing. Membaca mambuka pintu ilmu untuk mengetahui hal-hal baru, memahami budaya dan pemikiran sesama manusia, serta menjelajahi kisah cerita. Sementara itu, menulis membuka pintu hati untuk mengeksplorasi kedalaman pemikiran dan perasaan diri. Saya tidak pernah membayangkan jadi penulis buku yang diterbitkan. Saya juga tidak pernah merencanakan bisa diberi kesempatan menulis kolom mingguan di harian Kompas yang legendaris ini. Titik awal semua berkah yang senantiasa saya syukuri ini adalah saat saya memutuskan untuk menulis. Apakah anda telah memutuskan untuk hal yang sama?

Clear writing is a sign of clear thinking. Pikiran manusia umumnya seperti kutu loncat yang berlompatan ke sana kemari tanpa henti. Saya pernah membaca kalau manusia normal memikirkan 10.000-15.000 pemikiran setiap hari. Bayangkan betapa riuh dan bisingnya isi kepala kita? Satu hal yang saya kagumi dalam diri para penulis andal, seperti @deelestari, @sittakarina, @pandji, adalah kejernihan pemikiran mereka. Tidak pernah mudah membuat orang lain mengerti  dengan tulisan. Tidak pernah gampang merangkai kata-kata menjadi tulisan apik dan dan menjadi cerita yang menggugah. Menjadi penulis mengajari saya untuk lebih memahami cara-cara berpikir, berkontemplasi, dan berkomunikasi dengan lebih baik.

Writing is never about knowing it is about sharing & caring. Tempo hari saya berkesempatan bertemu dengan para penulis muda @onlyricky, @bungamega, @marrywhoanna, @anitacynthia untuk bertukar pikiran soal seluk beluk menjadi penulis. Ada satu kesamaan di antara para perangkai kata, yaitu keinginan untuk berbagi dan kepedulian untuk berkontribusi melalui tulisan.

Writing is about leaving our footprints in life   it's about our legacy. Kelaziman menulis paling tidak seharusnya terangkat dalam era digital sekarang. Jutaan blogger Indonesia selain jutaan pengguna facebook, twitter, dan mailing list adalah bukti budaya menulis yang tidak akan pernah hilang, bahkan semakin menggelora.

Sahabat saya, Bapak Blogger Indonesia, @enda, pernah memaparkan dalan suatu kesempatan bahwa apa pun yang ditulis di dunia maya bisa jadi akan abadi dan merupakan rekam jejak kemanusiaan paling nyata. Apabila benar demikian, kalimat latin ini terasa sangat sesuai: Semper letteris mandate Sic transit gloria mundi.

Rene Suhardono  CareerCoach
Penulis buku: "Your Job is NOT Your Career"
twitter: @reneCC

2 komentar: