Selasa, 13 Maret 2012

Perilaku Kita Ditentukan Oleh Penggunaan Tangan


Sepertinya, komentarku di bawah terhadap artikel ini tak kalah panjang daripada artikelnya sendiri. ^^

Oleh Lylah M. Alphonse

Kita sering berpikir bahwa kita membuat keputusan berdasarkan mana yang baik dan mana yang buruk — dan itu memang benar. Namun menurut penelitian terbaru, pilihan kita mungkin juga dipengaruhi penggunaan tangan yang dominan, entah kita kidal atau tidak.

Hal itu karena orang-orang yang menggunakan tangan kanan lebih sering memerhatikan sisi kanan halaman atau layar, sementara orang kidal memerhatikan sisi kiri. Peneliti kognitif Daniel Casasanto dari The New School for Social Research mengatakan bahwa ini dinamakan "hipotesis kekhususan tubuh", alias sebuah pendapat bahwa tubuh fisik kita memengaruhi keputusan yang kita buat dan cara kita berkomunikasi satu sama lain.
Salah satu cara yang paling mudah untuk menerapkan hipotesis ini adalah dengan melihat apakah seseorang itu kidal atau tidak.

"Melihat tangan mana yang dominan sangat mudah dijadikan parameter karena mudah dilakukan. Tangan kita sangat penting dalam menentukan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia," ujar Casasanto pada MSNBC.

Dalam penelitiannya, yang dipublikasikan dalam edisi terbaru Current Direction in Psychlogical Science, sebuah jurnal dari Association for Psychological Science, Casasanto menemukan bahwa orang-orang cenderung memilih hal yang mereka lihat dan rasakan dengan sisi yang sama dengan tangan mereka yang dominan.

"Orang-orang lebih menyukai hal yang dapat dengan mudah ditangkap dan ditanggapi," ujarnya. Pengguna tangan kanan berinteraksi dengan lingkungannya lebih mudah di sisi kanan daripada sisi kiri, jadi mereka mengasosiasikan "baik" dengan "kanan" dan "buruk" dengan "kiri"," jelasnya.

Sekitar 90 persen orang di dunia menggunakan tangan kanan, jadi orang-orang yang ingin menarik konsumen, menjual produk atau dipilih dalam pemilu harus mempertimbangkan bahwa sisi kanan layar komputer atau halaman merupakan tempat yang tepat," imbuhnya.

Kita bahkan cenderung untuk menggunakan sisi dominan kita untuk membedakan pandangan postif dan negatif. Pada tahun 2004, calon presiden John Kerry dan George W. Bush — keduanya menggunakan tangan kanan — lebih sering membuat gerakan dengan tangan kanan ketika mengungkapkan pemikiran positif.

Pada tahun 2008, Barack Obama dan John McCain, keduanya kidal, lebih sering menggunakan tangan kiri ketika mengungkapkan sesuatu yang positif.

Asosiasi tentang kepositifan tersebut memengaruhi pilihan yang dibuat orang dalam keseharian. Ketika Casasanto bertanya pada peserta penelitian mengenai produk yang ingin mereka beli, pekerjaan yang ingin mereka pilih, atau orang asing yang bisa mereka percaya, responden dengan tangan kanan lebih sering memilih pilihan yang berada di sisi kanan, sementara yang kidal memilih sisi kiri.

Pengaruh tersebut juga berlaku dalam kehidupan keseharian di luar ranah fisik, memengaruhi pemikiran abstrak tentang kepintaran dan kejujuran. Yang berarti bahwa itu memengaruhi sikap kita dalam memahami orang lain.

"Sering kita merasa memahami satu sama lain karena cara orang memaknai suatu hal hampir sama dengan yang kamu pahami. Namun itu tidak pernah sama persis. Pemahaman di pikiranmu bergantung pada kebiasaan tubuhmu."

Namun kebenaran penelitian ini tidak selalu absolut. Orang-orang yang lebih dominan menggunakan tangan kanan namun jarang menggunakan tangannya tersebut, bahkan secara sementara, mulai mengasosiasikan "kebaikan" dengan "kiri" dan tidak lagi dengan "kanan."




Komen:
Aku hanya ingin berkomentar hal lain, menyangkut penelitian. Bukan tentang kebaikan tangan kanan maupun tangan kiri. Di sini terbukti bahwa, penelitian sekecil apapun, dapat membawa dampak yang besar jika kita jeli melihatnya, dalam arti memanfaatkan hasilnya. Di sana ditulis, "Sekitar 90 persen orang di dunia menggunakan tangan kanan, jadi orang-orang yang ingin menarik konsumen, menjual produk atau dipilih dalam pemilu harus mempertimbangkan bahwa sisi kanan layar komputer atau halaman merupakan tempat yang tepat". Nah, inilah yang perlu dimanfaatkan. Kebayang kan kalau saat pemilu, hal ini juga mendapat perhatian, mereka akan mendulang suara lebih banyak.

Aku teringat saat membuat skripsi dulu. Meneliti karya sastra, sudah menjadi rahasia umum kalau hasilnya tidaklah se'prestise' kalau meneliti virus dalam ilmu kedokteran, misalnya. Begitulah pendapat publik. Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa hasil dari sebuah analisis karya sastra membawa dampak yang besar?

Saat itu aku menggunakan teori strukturalismenya Levi Strauss. Saat membaca suatu tesis di sebuah PT di Yogya, yang juga menggunakan teori yang sama, lalu membaca hasilnya. Aku pun bergumam, wah ini bisa dimanfaatkan  sebuah partai politik atau pebisnis kalau mereka mau. Intinya, dari hasil penelitian itu, terkuaklah karakter orang Jawa itu seperti apa, dan hal-hal apa saja yang dapat menarik hati mereka. Kebetulan karya sastra yang diteliti berupa mitologi, yang memang kekhususan teori Levi Strauss. Mitologi dan dongeng. Aku melihat, teori ini dapat mengungkapkan pesan-pesan tersembunyi, menguraikan simbol abstrak, untuk menguaknya menjadi hal yang kasat mata dan sistematis. Kemungkinan karena teori ini banyak mendasarkan diri pada ilmu antropologi dan linguistik.

Dongeng misalnya, yang disampaikan dengan cara bertutur secara turun menurun, dan dengan bahasa sederhana, malah mempunyai kekuatan yang besar. Kesederhanaannya itulah yang menjadi kekuatannya. Kesederhanaannya itu membungkus pesan besar yang tersembunyi. Dan hal itu menyusup ke dalam otak pendengarnya dengan sangat halus. Itulah kekuatan kata-kata.

Maka tak heran, para penjajah dahulu, sebelum memulai invasinya, mereka melibatkan ahli sejarah, sastra, dan linguistik untuk mengadakan penelitian. Dari sejarah dapat dilihat seperti apa hal yang berhasil dan gagal dari sebuah bangsa ini. Lalu dari karya-karya sastranya, yang notabene adalah 'jepretan' keadaan dari masa saat karya sastra itu dibuat, dapat dilihat bagaimana karakter bangsa itu saat itu, diperkuat lagi dengan ilmu psikologi dan sosiologi yang menjelaskan dan menguatkan hasil temuan-temuan itu. Lalu dari ilmu linguistik, dapat dipelajari gaya bahasa yang bagaimana, yang punya 'kekuatan' untuk memengaruhi. Apalagi diperkuat dengan ilmu komunikasi. Bisa dibayangkan kan hasilnya seperti apa?

Jadi, tidak ada penelitain yang remeh, jika penelitian itu dilakukan dengan benar, sungguh-sungguh, dan kita jeli memanfaatkan hasilnya.

1 komentar:

  1. jadi, sudah ketemu jawaban pertanyaan: "kuliah jurusan bahasa/ sastra, mau jadi apa?" ;D

    BalasHapus