Baru
saja kejadian. Ya! Baru saja kejadian. Aku tak habis pikir dan sempat sedikit
BeTe.
Senin
lalu, aku dan seorang teman bermaksud mengembalikan lima buku yang kami pinjam
dari perpustakaan pusat di kampusku yang sekarang. Sesampainya di perpus,
ternyata sistem sirkulasi yang sudah memanfaatkan komputerisasi itu rusak. Jadi
pelayanan hanya bisa dilakukan secara manual. Itu pun hanya dibatasi untuk
pengembalian saja. Peminjaman dan perpanjangan tidak dilayani. Sungguh
menyulitkan buat kami, mengingat ada tiga buku yang akan kami perpanjang karena
masih membutuhkannya. Lalu, bagaimana? Akhirnya hanya dua buku yang kami
kembalikan. Sedangkan tiga lagi disuruh dibawa karena masih diperlukan.
Siang
tadi, aku coba ke perpus lagi. Niat hati memperpanjang, tercatat dengan benar
di sistem. Tapi ternyata, kerusakan pada sistem masih berlangsung dan belum
diperbaiki, hingga ada pengumuman keesokan harinya perpustakaan akan ditutup
sementara untuk memperbaikinya. Lalu, aku menanyakan status bukuku. Apakah bisa
dicatatkan dengan benar bahwa buku itu diperpanjang, mengingat aku masih perlu.
"Pak,
apa sudah bisa memperpanjang?"
"Oh,
belum. Masih melayani pengembalian saja."
"Terus
gimana?"
"Kembalikan
saja."
"Tapi
saya masih perlu."
"Ya
sudah bawa saja dulu."
"Statusnya?"
"Ya
berarti pengembaliannya telat"
"Maksudnya?"
"Ya
nanti kena denda"
"Loh,
yang rusak kan sistemnya, kok saya yang kena sanksi?"
"…………………….."
"Saya
mau pinjam lagi, memperpanjang, tapi saya nggak mau kena denda. Gimana
caranya?"
"Belum
bisa. Bawa saja dulu."
Entah
kenapa aku kesal sekali. Seakan tak memahami dan bersimpati dengan posisi
anggota yang sedang perlu referensi. Akhirnya aku pergi dengan wajah tak ramah
sambil membawa ketiga buku itu kembali pulang. Sengaja, agar mereka tahu aku
kecewa. Segera cabut daripada aku terus
berdebat dengan petugas dan mereka tetap diam tak bisa menjawab saat ku tanya
"Yang rusak kan sistemnya, kenapa anggota tetap dikenakan denda.".
Menurutku itu keputusan yang tak bijaksana sekali. Anggota tak bersalah tapi anggota
yang harus menanggung kerugiannya. Apa bedanya mencatatkan secara manual
pengembalian dengan peminjaman atau perpanjangan. Tentu bedanya para petugasnya
harus bekerja ekstra untuk menyalinnya. Tapi buatku itu sudah konsekuensi yang
harus ditanggung jika tetap ingin memberi pelayanan yang optimal kepada para
anggotanya.
Saat
keluar, sekilas mataku mencari kotak saran, di manakah dia? Ingin sekali aku
menyampaikan uneg-unegku. Sebelum pulang, ku sempatkan menghitung denda yang
harus ku bayar jika baru ku kembalikan Senin depan. Berarti telat seminggu.
Satu buku per hari dikenakan denda 500 perak, dikali tiga buku, dikali 7 hari.
Hmm… lumayan. Pengeluaran yang seharusnya tak perlu ku lakukan. Apalagi di
akhir bulan begini. Mending ku belikan makanan! Halah.
Sungguh
mempengaruhi moodku siang itu. Sepanjang perjalanan pulang, susah sekali wajah
ini untuk tersenyum. Tapi aku tak mau terus memeliharanya. Berbagai cara ku
lakukan untuk segera menetralkan suasana hati, mengingat aku harus membaca
lagi. Tak baik membaca dengan suasana hati yang buruk. Pasti tak kan bisa
mencerna dengan baik nantinya.
Sudahlah,
ikhlaskan saja. Anggap saja mereka sedang perlu sumbangan untuk memperbaiki
sistemnya. Kesempatan sedekah buatku. Fiuh….. ^^
*281011
aoi
ahahahaha...
BalasHapussudah sudah, buat perpus pribadi saja...
*saran yang kurang ekonomis walaupun sedikit logis*
yah, waktu itu aku dapat kortingan akhirnya. Harusnya bayar 25rb, tapi sama ibunya dikorting, "udah, 20rb aja". Lumayanlah.
BalasHapus