Minggu, 07 Agustus 2011

Jangan Coba-coba Curangi Aku!

Kisah ini diabadikan saat semuanya terasa hampir reda. Menyisakan sekitar 10% lagi yang perlahan akan menjadi 0%.

Menjelang siang aku berangkat dari tempat menetapku sementara dengan perasaan yang cukup semangat walau paginya sempat sedikit pusing. Karena itulah, yang tadinya akan berangkat pagi, jadi tertunda. Semangat untuk apa? Semangat hunting, mencari bengkel resmi buat motor yang sudah teriak-teriak karena keadaan akinya. Lima hari yang lalu aku sempat ke bengkel langganan, tapi mereka sedang tak punya persediaan aki kering seperti yang ku pinta. Jadi, aku disarankan ke bengkel lainnya.

Huff… Rasanya lemas plus malas saat mendengar harus 'mencari'. Masih teringat jelas saat dahulu harus hunting jenis oli yang biasa dipakai motor ini. Saat hampir di semua bengkael bilang habis stok dan bahkan bilang sudah lama nggak dipasok oleh distributornya. Berbekal rasa penasaran, akhirnya ketemu juga bengkel yang masih sedia stok banyak. Di manakah gerangan? Dia berada di 'kawasan pendidikan' yang jaraknya sekitar 30 Km---tepatnya 1--1,5 jam dari kota yang ku tinggali ini. Ya, dia sudah termasuk kawasan sebuah kabupaten. Niat banget…. Mungkin ada yang berkomentar begitu. Nggak juga sebenarnya, kebetulan sedang ada perlu ke daerah itu, jadi sepanjang jalan menuju ke sana, setiap ketemu bengkel resmi yang dimaksud, mampir. Dan ternyata ketemunya tetap di tempat tujuan akhir. Fiuh…. Karena itulah aku sudah membayangkan si aki ini akan bernasib mirip, walaupun ternyata tidak sama.

Setelah mengatasi kemalasan dan kesibukan hal lainnya, akhirnya hari inilah ku putuskan untuk hunting. Sasaran pertama, coba menyusuri jalan yang tak jauh dari tempat menetapku. Seingatku sih, nggak ada. Tapi, yah, dicoba saja dulu. Ternyata ketemu. Tepat di ujung jalan sebelah kanan, sebelum belokan, dekat perempatan lampu merah. Aku pu langsung banting setir ke sana. Begitu sering aku melewati jalan itu, tapi tak menyadari ada 'dia' di sana.

Setelah parkir, aku pun sabar menanti dan mengantri untuk sekedar bertanya pada ibu petugasnya. Tampak si ibu ini masih sibuk dengan tulisannya di nota setelah pelanggan terakhir sebelum aku selesai dilayani. "Ini, ya Pak aki bekasnya dan ini kembaliannya.", katanya ramah. "Oke, makasih, ya!", jawab sang pelanggan terakhir itu. Ditungguin hampir satu menit, kok terlihat masih sibuk dengan tulisannya dan tak ada tanda-tanda akan segera menyapaku. Sedangkan asistennya--seorang bapak, juga masih sibuk. Akhirnya aku pun inisiatif bertanya duluan.

"Bu, ada aki kering?"
"Ada.", [aku sedikit takjub karena langsung ada, tak seperti kejadian oli dahulu]
"Merk Yuasa ada Bu?", [bukan berarti aku gila merk, tapi begitulah pesan si empunya motor, kalau nggak Yuasa, coba GS. Kalau bisa samakan dengan aki bawaan motor Jupiternya, begitulah. Walaupun aku belum mengecek langsung merk apa, tapi feelingku mengatakan Yuasa]
"Iya, Yuasa"
"Berapa?"
"Rp 185.000"
"Oke, Yuasa ya Bu"
"Motornya apa?"
"Jupiter"
"Oh, kalo jupiter yang biasa ya"
"Iya, yang biasa", [yang biasa dipakai buat Jupiter maksudku]
"Mau, Teh Rp 185.000?" si ibu bertanya seakan minta keyakinan.
"Iya"
"STNK dan kuncinya, Teh"
"Oh, ini Bu."

Tak lama kemudian, motor yang ku bawa, dicek. Pertama oleh bapak asisten tadi. Lalu, bergabunglah seorang mekanik, yang menurutku agak itaitu atau slengekan (maaf dalam bahasa Jawa, karena aku tak tahu istilah tepatnya dalam bahasa Indonesia). Karena gayanya yang begitu, jadi terkesan kurang meyakinkan. Tapi ku ingat bahwa don't judge a book by its cover. Jadi, ya sudah. Entah kenapa dari awal ku perhatikan, ada gelagat yang tak biasa (kalau boleh menggantikan kata aneh) dari bahasa tubuh mereka berdua. Untungnya aku duduk tak jauh dari motor. Untuk beberapa saat agak dicuekin setelah motor dicek. Lalu terlihat si bapak bertanya pada si Ibu, dan akhirnya bertanya padaku.

"Mintanya aki kering ya, Teh?"
"Iya, aki kering" , jawabku dengan bahasa tubuh seakan menambahkan emang ada yang salah dengan aki kering?

Lalu, terlihat si bapak dan si mekanik ini berbincang dan si mekanik menyodorkan beberapa lembar uang, dan akhirnya si bapak pergi. Ngapain sih, pikirku. Sementara si mekanik mulain coba melepas aki lama. Tapi setelah itu ditinggal. Aku yang berusaha membaca koran dari tadi pun entah kenapa tak tenang. Bolak balik mataku kadang tertuju pada koran dan motor bergantian. Sesekali melihat beberapa mekanik lain yang sedang menangani motor lainnya. Kok mekanik-mekaniknya tampak tak meyakinkan ya, beda dengan bengkel langgananku. Sekali lagi ku tepis keragu-raguanku itu.

Beberapa menit kemudian, si bapak kembali sambil membawa kresek hitam berisi aki kering, lalu ikut sibuk dengan si mekanik. Sedangkan aku yang duduk di belakangnya coba bergeser agak ke kiri biar lebih kelihatan prosesnya. Tapi akhirnya aku pun mendekat dan ikut jongkok di sebelah mekanik. Kami pun terlibat percakapan yang 'akrab'.

"Waktu itu dicek di acara servis gratis bulan lalu, katanya ada satu selnya yang kebakar", kataku pada si mekanik.
"Iya, ini sih udah jebol Teh akinya.", jawabnya.
"Hah? Oh ini ya, yang kebakar yang coklat-coklat ini ya.", tunjukku sambil memeriksa aki lama yang terlihat ada satu sel yang berwarna coklat di setiap kolomnya.
"Iya, itu. Servisnya berapa bulan sekali? Sebulan sekali?" tanyanya kemudian.
"Nggak, paling dua bulan sekali atau kalau tiap 2500 Km sekali.", jawabku.
"Oh, iya. Kalau tiap servis, minta dicek aja sekalian voltasenya, biar lebih awet.", sarannya.
"Oh, gitu.", jawabku sambil mengangguk-angguk--mikir: bukannya harusnya emang sudah seharusnya otomatis juga dicek ya?

Sesaat diam beberapa detik. Sambil aku memperhatikan merk aki lama yang ternyata benar Yuasa, dan si aki baru pun dikeluarkan dari kardus.

"Lho, kok bukan Yuasa, A'?" tanyaku saat melihat merk lain, tak sesuai pesanan.
"Iya, ngga ada Teh kalau buat Jupiter, adanya buat Mio Soul."
"Lho, tadi kata Ibunya ada, Yuasa, gimana sih."
"Kalau yang Yuasa nggak ada Teh buat Jupiter, adanya yang GS"
"Ya udah kalau gitu yang GS aja, kenapa jadi yang itu?"
"Kalau yang Yuasa buat Mio Soul. Harganya lebih mahal, kalau ini lebih murah."
"Tadi kata ibunya Yuasa Rp 185.000, emang yang itu berapa?"
"Ini Rp 145.000. Eh, Bu, ini Rp 145.000?" tanya mekanik pada si Ibu.
"Itu Rp 165.000", jawab si Ibu.
"Lho, tadi katanya Rp 185.000"
"Terus, kenapa ga dikasih yang GS aja? Kan yang GS ada.", protesku pada sang mekanik.
"Yang Yuasa sama GS ga ada buat Jupiter Teh, adanya buat Mio Soul."
"Lha tadi katanya ada yang GS buat Jupiter…."
"Ya udah deh Teh, diapasang lagi aja, nggak papa.", sahut mekanik itu akhirnya.

Lalu, si Ibu pun ikut nimbrung.
"Kalau yang Yuasa nggak ada buat Jupiter, adanya buat Mio Soul. Harganya lebih mahal Teh. Kan tadi Teteh mintanya yang biasa."
"Lebih mahal? Kan tadi bilangnya Rp 185.000. Sebenarnya harganya berapa sih kalau yang Yuasa?"
"Sekitar Rp 240.000 ke atas Teh."
"Tadi katanya yang Yuasa ada, Rp 185.000"
"Ya udah maaf aja deh Teh. Gini aja deh, Teteh jadi apa nggak."
"Nggak! Kalau gini caranya saya nggak jadi."
"Ya udah nggak papa."
"Jadi dipasang lagi nih?" tanya mekaniknya.
"Iya, pasang lagi aja!", jawabku menahan kesal.

Kepalaku serasa panas, raut wajahku hampir tak karuan, tapi masih bisa ku tahan, walaupun nada bicaraku sudah menunjukkan dengan jelas perasaanku.

Selagi adu 'debat' antara aku dengan si Ibu, si mekanik hanya diam dan si bapak asisten tertunduk, sama sekali tak berani menatap mataku. Setelah merapikan tas ranselku, aku pun ke tempat ibunya untuk mengambil STNK sambil menahan rasa kesalku, dan ingin sekali 'menegurnya', memberinya 'pelajaran'.

"Lain waktu, tanya dulu dong Bu ke pelanggan, setuju apa nggak.", tegurku.
"Ya kan tadi teteh minta yang biasa, kalau yang Yuasa adanya cuma buat Mio Soul", masih dengan nada membela.
"Ya beri tahu dari awal ke pelanggannya."
"Ya, maaf aja deh Teh.", katanya kemudian sekenanya, yang jelas sekali tanpa ada raut, ataupun nada penyesalan. Sehingga ku terima permintaan maafnya hanyalah basa-basi tak tulus. Kalau tak ingat ini Ramadhan…

"Helm.", pintaku singkat.
"Oh, yang mana Teh?"
"Biru."
"Ini Teh."
"Makasih ya, Bu!", tepatnya sebuah ucapan sindiran daripada ucapan terima kasih sesungguhnya.

Sempat ku lihat seorang pelanggan bapak-bapak yang melihat ketegangan tadi beranjak dari tempat duduknya, sekilas tampak wajah khawatir, seakan khawatir dengan motornya yang sedang ditangani. Baik-baik sajakah? Mungkin begitu di benaknya. Tapi tak terlalu ku gubris.

Detik itu juga bengkel ini masuk ke daftar blacklist. Sungguh, aku kesal. Dan tak habis pikir. Hampir saja aku dicurangi. Entah bagaimana caranya meredakan dengan segera kekesalan ini.

Sesaat kemudian aku pun jadi "bar-bar". Ku terobos antrian traffic light itu, berjalan di sela-sela  antrian kendaraan yang bisa ku lewati. Duh, maaf ya, tapi aku perlu ke seberang kiri sana ke jalan layang itu tanpa harus memutar. Akhirnya bisa juga. Untunglah lampu baru saja berganti merah, sehingga belum banyak kendaraan yang datang untuk antri berhenti.

Aku teringat satu bengkel lagi di jalan yang lain. Dan jalan itu harus lewat jalan layang ini. Ada untungnya juga lewat jalan layang ini. Karena lumayan agak sepi, jadi bisa sedikit mbalap seraya beristigfar sepanjang jalan. Apakah keadaan sepi itu begitu berarti? Cukup berarti buatku untuk menumpahkan kekesalan segera. Mengendarai motor dengan laju yang lebih kencang dari yang biasanya terkadang cukup ampuh untuk meredakan emosi. Dan ini jangan dicontoh ya! Bahaya kalau sarana dan prasarana tak memadai.

Sampailah aku di bengkel berikutnya.

Setelah parkir, aku pun menghampiri petugas frontlinernya. Terlihat dia sedang sibuk mengetik. Aku datang pun tak dihiraukannya padahal dianya 'ngeh'. Akhirnya setelah ditunggu dua menitan, kok tetap dicuekin.

"Teh, ada aki kering buat Jupiter?"
"Oh, coba tanya ke mekaniknya aja langsung Teh, itu yang pakai topi putih."

Heran aku, baru kali ini pelanggan langsung berhubungan dengan mekaniknya langsung tanpa lewat petugas frontlinernya terlebih dahulu. Masak si pelanggan langsung menerobos masuk. Tidak ada pencatatan administrasi dulu seperti bengkel-bengkel yang selama ini ku datangi. Jadilah, langsung ku datangi mekanik bertopi putih itu.

"A' ada aki kering buat Jupiter?"
"Lagi kosong, tapi ada kalau mau diambilin dulu."
"Bener ada ?"
"Iya, tapi diambilin dulu.", jawabnya seakan mengisyaratkan aku harus menunggu beberapa menit.
"Iya, nggak apa-apa. Merknya apa A'?"
"GS"
"Oh, yang Yuasa ada?"
"Oh, ada. Yang Yuasa aja?"
"Iya, Yuasa aja. Berapa ?"
"Rp 180.000"
"Oke, Rp 180.000 kan?" jawabku sekaligus memastikan harganya.
"Iya"

Untuk memastikan lagi, aku pun menyodorkan HP yang sudah tertulis merk yang ku maksud dengan tipenya.

"Yang tipe ini kan A'?" tanyaku sambil menyodorkan layar Hpku.
"Iya, tipe itu.", jawab mekanik topi putih setelah sesaat dia menghentikan langkahnya untuk membaca layar Hpku.
"Ganti aki aja kan Teh?" tanyanya lagi.
"Iya", jawabku mantap.

Akhirnya dia pun memanggil temannya (atau mungkin tepatnya juniornya) untuk mengambil aki kering pesananku. Mengambil di sini yang ku tangkap adalah membeli di tampat lain sepertinya. Tak sampai lima menit, junior yang disuruh pun kembali. Lalu, aku seperti tadi, ikut jongkok di sebelahnya--melihat. Mengecek apakah barang sesuai dengan pesanan, isinya sesuai dengan kotaknya, dan melihat pemasangannya. Si junior ini sedikit pendiam sepertinya. Setelah beberpa menit aku mengotak-atik kardus itu dan memperhatikan pemasangannya. Dia diam saja. Yang tadinya aku ingin menanyakan beberapa hal tentang si aki kering, jadi ku urungkan niat.

Setelah aki dipasang, pembayaran dilakukan. Alhamdulillah, beres. Kemudian aku menuju tempatku belajar buat memanfaatkan fasilitas internet gratis.

Di kampus, sabtu-sabtu begini sepi. Terlihat hanya ada satu dua orang yang sedang 'khusyuk' berselancar di dunia maya. Baru saja aku duduk, Hpku bernyanyi. Dari si empunya motor ternyata. Mungkin telepon gara-gara aku sempat mengabarkan tentang kejadian di bengkel pertama tadi.

"Gimana? Udah ganti aki?"
"Udah, akhirnya cari bengkel lain tadi."
Udah diliat benar aki kering? Warnanya item, ga keliatan dari luar air akinya. Ada tulisan free maintenance"
"Iya, warnanya item, tapi di kardusnya ga ada tulisan free maintenance"
"Lho, gimana sih? Dicek ga, kardus sama isinya sama nggak, kalau air akinya keliatan dari luar bukan aki kering. Tadi pas masang diliat nggak?"

Duh, ni orang, bikin naik darah aja, batinku. Sudah agak reda ni kesalku, kok malah bikin emosi aja.

"Iya, tadi pas masang aku liat. Bener kok isi sama kotaknya sama. Tapi di kardusnya nggak ada tulisan free maintenance. Cuma tipenya sama dengan yang di-sms-in itu. Merk Yuasa tipe YT7-C (YB5L-B), 12 Volt, 6 Ah. Nih, kardusnya ada di depan mataku nih!"
"Coba bacain semua apa yang tertulis di kardus."

Sambil nahan emosi, ku bacakan semua tulisan yang ada di kardus itu.

"Udahlah, Insya Allah bener aki kering. Warnanya item, nggak keliatan dari luar, tipenya bener kok."
"Di notanya ditulisnya apa?"
"Cuma aki kering aja nulisnya", jawabku sudah setengah kesal. Cerewet sekali.
"Ya udah kalau gitu."

Kalau tidak ingat keadaan sekeliling yang hening, mungkin aku sudah setengah teriak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Fiuh….

Hari ini kesabaranku benar-benar diuji. Bukan saja masalah bengkel. Ternyata internet gratis di kampus pun sedang tak ramah denganku. Khusus tentang bengkel ini, aku ingin komentar. Kunci utama berbisnis di bidang jasa adalah pelayanan. Pelayanan ini termasuk ke dalamnya adalah kejujuran; menurutku. Jika hal ini tak dijaga, bisa dipastikan pelanggan akan pergi dengan suka rela.

Tentang perlakuan ketiga bengkel resmi yang ku datangi ini, ada plus minusnya masing-masing. Pertama, bengkel langgananku, agak kecil memang, tapi para frontlinernya cukup ramah dan jujur. Para mekaniknya pun tampak profesional dan ramah. Mereka apa adanya dan tidak sok tahu. Bilang jujur kalau tak ada, dan menginformasikan setiap tindakan ataupun hasil dari servis yang telah dilakukan. Jadi kita sebagai pelanggan, tahu; ada apa dengan kendaraan kita. Bilang tidak ada, kalau memang stoknya tidak ada, bukan sengaja mengada-ada ataupun mengganti secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Selalu memberitahu masalah yang terjadi, lalu menginformasikan solusi dan konsekuensi yang bisa diambil dan terjadi, pilihan tetap pada pelanggan.

Bengkel ke-2, memang lebih besar dari yang pertama, tapi pelayanan tak memuaskan dan sangat mengecewakan. Walaupun aku cewek, bukan berarti aku tak peduli dengan barang-barang berbau kaum adam yang diamanahkan padaku. Sebelumnya aku sudah cari informasi dahulu, lewat internet dan bertanya. Jadi, saat kalian bilang nggak ada aki kering buat Jupiter, maksudnya kalian tak punya stok itu atau maksud kalian Jupiter nggak ada tipe buat aki keringnya??? Asal tahu saja, aku sudah survei dan bertanya. Aki kering buat Jupiter itu bisa pakai merk Yuasa tipe YT7-C (YB5L-B), 12 Volt, 6 Ah atau GS  tipe GM5Z-3B. Harganya sekitar Rp150.000,00. Jadi, saat kalian bilang harganya Rp185.000, aku sepakat karena tak jauh beda dari perkiraanku. Aku masih maklum, mungkin sekarang harganya sudah segitu. Baiknya aku menganggap ini hanya salah paham, bukan sebuah kecurangan. Tapi, kalau memang salah paham, mengapa akhirnya aku mendapatkan harga Rp180.000 di bengkel yang lain? Sebuah harga yang hampir sama dengan yang kalian tawarkan awalnya, bukan Rp240.000 ke atas seperti yang akhirnya kalian beritahukan padaku. Bisakah kalian menjawab ini? Sekali lagi, bukan masalah harga buatku. Toh kita sudah sepakat dengan harganya. Apalah artinya beda sangat sedikit jika kualitasnya jauh lebih baik?

Bersyukur rasa ingin tahuku cukup tinggi hingga ku ingin ikut melihat prosesnya. Bersyukur aku sempat mempelajari ilmu tentang bahasa tubuh sehingga gelagat itu segera ku tangkap. Bersyukur hatiku masih cukup peka merasakan ketidakberesan. Bersyukur aku berani segera mengambil tindakan tegas tanpa banyak pertimbangan yang biasanya menyisakan perasaan tak enak. Bersyukur ini Ramadan, sehingga masih bisa ku ingatkan diriku untuk mengendalikan wajahku. Intinya, bersyukur atas perlindungan Allah Swt. kepadaku.

Bengkel ke-3, memang agak besar. Tapi frontlinernya sama sekali acuh. Para mekaniknya bolehlah, cukup baik walaupun agak to the point. Dan aku hargai kejujurannya, untuk 'menyuruhku' mau menunggu. Tinggal tingkatkan lagi saja pelayanannya.

Sekali lagi, bagaimanapun, kejujuran adalah harga mati bagiku. Sekali berbuat curang, susah untukku harus percaya lagi.


*060811
**Penyebutan merk bukan bermaksud iklan, hanya untuk memperjelas.

aoi


2 komentar:

  1. huoooh....
    inilah salah satu hal yang buat aku mikir-mikir dari dulu untuk punya kendaraan pribadi. masalah teknis dan maintenance T_T

    makasi tulisannya...勉強になった!

    BalasHapus
  2. Hu um nih, emang perlu kejelian... Btw, sekarang ke bengkel ga identik ma mas2 ato bapak2 aja lho. Malah banyak ketemu ma Ibu2. He... Sebisa mungkin sih dateng ke bengkel resmi aja ya, biar kalo ada apa2, komplainnya lebih terjamin. Mempertaruhkan merk dagang soalnya^^

    BalasHapus