Rabu, 06 Juli 2011

Syukurlah Saat Itu Aya Sedang Telmi

Jam di dinding menunjukkan pukul 05.30 waktu Indonesia bagian barat. Aya melihat sekilas, oke lima belas menit lagi berangkat setelah stretchingku selesai. Tepat pukul 05.45 WIB, Aya menutup pintu kamarnya, mampir sejenak ke meja makan, minum sereal dulu segelas. Pukul 06.00 WIB, Aya sudah menutup pagar, berangkat ke tempat ia biasa jogging.

Sebenarnya kalau boleh milih, Aya kurang suka jogging. Bukan apa-apa, itu karena beberapa kali dia punya pengalaman yang tak mengenakkan ketika jogging. Perutnya kadang sakit sehabis itu. Itulah makanya sejak SD dia tak begitu suka yang namanya lari. Dia lebih suka dan betah jalan kaki atau jalan cepat jika itu bisa menggantikan. Tapi inilah olahraga yang termurah yang bisa dia pilih saat ini. Olahraga favoritnya sebenarnya bersepatu roda, berenang, dan bersepeda. Ingat sekali dia saat sampai dengan SMP, hampir tiap sore hingga menjelang magrib, dia selalu balapan in line skate atau sepeda dengan teman-teman di perumahan tempat tinggalnya. Atau kalau ketiga jenis olahraga itu tak bisa dia pilih, dia pun sebenarnya lebih suka memilih bermain bulu tangkis atau tenis sebagai gantinya. Tapi itulah, semua yang ingin dia pilih, perlu tempat dan alat penunjang khusus. Sekali lagi tak ada pilihan.

Kembali pada pilihan olahraga Aya pagi ini, dia berjalan kaki ke arena jogging. Tepat pukul 06.10 WIB Aya sudah sampai di jalan menuju gerbang arena jogging. Masih sepi tampak dari luar. Dia berjalan seperti biasanya, di sisi sebelah kanan. Dari kejauhan ia melihat tampak ada sesuatu, hingga dia sudah ancang-ancang mengambil posisi agak ke tengah jalan. Duh, buang sampah kok di tengah jalan sih, pikirnya saat itu. Sekitar jarak dua meter dari 'benda' itu, dia sempat menoleh ke kanan, melihat. Bukan sampah ternyata. Ni orang kok tidur di tengah jalan sih, gerutunya setelah ternyata melihat seperti gelandangan yang sedang tidur telungkup dengan telapak kaki menghadap ke arahnya. Kemudian Aya pun berlalu meneruskan perjalananya sambil berpikir, kenapa telapak kakinya pucat sekali ya?

Di saat yang bersamaan, dari arah yang berlawanan ada seorang bapak sedang menuju ke arahnya sambil menunjuk. Ketika akan berpapasan dengan si Bapak, ternyata Bapak itu mampir ke kios di dekatnya dan terlibat percakapan dengan seorang Ibu. Samar-samar dia menangkap isi percakapan itu.

          "Hah? Masa? Di mana?", tanya sang Ibu.

          "Itu, di sana" jawab sang Bapak sambil menunjuk ke arah orang yang
            tadi Aya lewati.

          "Coba dicek dulu ah!", kata sang Ibu kemudian dengan wajah agak
           ngeri.

Aya yang melihat ekspresi sang Ibu, seketika menoleh ke belakang ke tempat orang yang barusan dia lewati. Jangan-jangan… yang ku lihat tadi…, gumam Aya. Ah, tau ah. Aya pun tetap berjalan menuju gerbang tempat dia jogging.

Saat baru menyelesaikan 2 kali putaran jogging, Aya sempat mendengar percakapan sekelompok bapak-bapak.

          "Iya, itu di depan"

          "Udah dipanggilin polisi katanya, tapi polisinya belum datang"

          " Masih sarapan kali polisinya"

          "Hahaha….."

Kening Aya pun sedikit berkerut. Tak ingin terlalu terpengaruh, dia tetap melanjutkan larinya hingga beberapa putaran lagi.

Setelah dirasa cukup berkeringat, Ayapun berniat pulang. Sesampai di gerbang, Aya sempat mendengar percakapan seorang satpam dan seorang bapak.

          "Ada apa sih?", tanya sang Bapak setengah teriak.

          "Itu, ada pembunuhan", jawab satpam.

Aya pun mempercepat langkahnya. Sesampai di pertigaan, dia sempat menoleh ke kiri, ke arah dia masuk tadi. Terlihat sudah ada beberapa orang berkerumun di tempat yang sempat dia lewati tadi. Entah mengapa dia tak ingin ke sana lagi. Ayapun langsung belok kanan, muter aja pulangnya, biarin lebih jauh juga, batinnya.

Setelah keluar dari area olah raga itu, Aya bertemu dengan seorang polisi jaga sedang bersantai. Ni pak polisi apa nggak tau ya? Kok malah santai-santai di sini. Tak ada keinginan sedikit pun dari Aya untuk melaporkannya. Aya tetap melanjutkan perjalanan pulangnya itu dengan berjalan kaki menyusuri trotoar. Kalau memang mau dibuang, kenapa nggak dibuang di selokan ini aja sih sama pembunuhnya. Di sini kan jarang ada orang lewat dan selokannya dalam lagi. Aneh. Kalau di jalan gitu kan malah cepat ketahuan, walaupun kalau malam gelap banget dan dari jalan raya nggak keliatan apa-apa.

Saat Aya tiba kembali di jalan masuk itu, sudah terlihat kerumunan orang semakin banyak, walaupun kurang dari dua puluhan menurut perkiraannya. Tampak mobil polisi masuk dan tampak pula olehnya mayat itu telah ditutupi koran. Aya juga melihat beberapa orang dari luar mulai berdatangan, yang dia agak heran, tampak seorang ibu sedang menggendong balita dan menggandeng anaknya yang masih kecil menuju ke arah kerumunan itu. Aya sempat melihat jam, pukul tujuh kurang.

Cepat pulang!, perintahnya pada diri sendiri. Aya serasa mimpi.

Esok paginya, untuk membunuh rasa penasarannya, Aya coba mencari berita itu di situs koran lokal. Harusnya ada pikirnya. Ketemu!

Mayat laki-laki yang ditemukan tadi pagi, diduga korban pembunuhan. Korban diduga berusia 25 tahun. Tidak ada ciri-ciri khusus dari tubuh korban. Namun, pada tangan dan kaki korban ada tato. "Pada tangan kanan korban ada tato bergambar matahari, lalu tangan kiri ada gambar setan dengan tulisan arwah, dan tato di betis kaki kiri," ucap polisi. Saat ditemukan, korban mengenakan kemeja lengan pendek berwarna abu, dan celana panjang jins warna krem. Warga setempat yang pertama kali mengetahui mayat tersebut adalah tukang tahu. "Sekitar pukul 5.30 WIB, ada tukang tahu yang lewat langsung lalu bilang ke warga yang ada di sini kalau dia lihat mayat. Setelah itu saya lihat ternyata benar. Namun, saat saya cari tukang tahu tersebut sudah tidak ada," ucap warga setempat.

Ade mengungkapkan, dari hasil forensik, tidak ditemukan luka luar di tubuhnya. Diduga korban tewas karena mati lemas. "Saat ini diduga korban mati lemas. Apakah mati lemasnya dibekap, kehabisan nafas, atau dicekik itu belum jelas," ucapnya. Lebih jauh Ade mengatakan, diduga korban tidak diinginkan pelaku untuk mati secara langsung. "Jika luka luar seperti ditusuk, ditembak itu menandakan pelaku mengiinginkan korbannya mati langsung. Namun, di tubuh korban yang ini tidak ditemukan luka luar," jelasnya. Mayat tersebut diperkirakan tewas 1-2 jam sebelum ditemukan. Hal itu diperkuat dengan luka lebam pada mayat tersebut.
Aya lemas, setengah tak percaya, dan bersyukur. Tak percaya ternyata dia menjadi saksi mata. Bersyukur saat itu itu loadingnya sedang lama, atau dia terlalu positive thingking, hingga tak menyadarinya dengan segera. Terbayang olehnya jika dia segera menyadarinya, mungkin diapun akan spontan memberi tahu orang sekitar (yang kemungkinan bapak pemilik kios itu juga), lalu tak terbayangkan olehnya, dia akan berurusan dengan polisi untuk beberapa waktu ke depan karena telah menjadi saksi mata. Betapa repotnya dia nantinya, dan tentu juga traumanya akan lebih lama lagi. Terimakasih ya Rabb, Engkau sungguh Mahabaik, gumamnya.

Pasca kejadian itu, untuk beberapa saat lamanya kaki Aya masih terasa berat melangkah ke tempat itu lagi.

*060711

aoi

0 komentar:

Posting Komentar