Minggu, 29 Mei 2011

Panas, Lapar, dan Haus


260810

Siang di awal tahun itu cukup panas. Tapi tak menyurutkan para kepala keluarga untuk mengenyangkan anggota-anggotanya di akhir pekan. Ataupun muda-mudi yang mengisi waktu luangnya bersama teman seperjuangan. Tempat itu judulnya tempat untuk makan, tapi entah mengapa cukup riuh rendah. Sebenarnya mereka lapar perut atau lapar ngomong, sudah tak jelas lagi karena bercampur, walaupun tak gaduh. Di sisi ruangan persegi itu, tepat di sebelah jendela yang menghadap tempat parkir, terdengar percakapan yang tak biasa, turut memeriahkan suasana siang itu. Tak biasa apakah berarti luar biasa? Yang pasti percakapan itu di luar kebiasaan mereka selama ini.



Baiklah, aku akan kabulkan permintaanmu.

Aku terima keputusan ini.

Tapi satu pintaku.

Kau harus bahagia.

Berjanjilah padaku kau akan bahagia.



Dalam sekejap, suara itu pun kembali berbaur dengar suasana siang yang mengganas. Tak hanya lapar akan alasan, tapi juga haus akan kejelasan. Untungnya siang segera berganti sore, yang tentunya lebih ramah, tak seterik siang. Dan santapan siang itu pun ditutup dengan air dingin yang menyegarkan, walaupun sebenarnya terlalu asam di lidah. Menyisakan 2/3 porsi yang sudah tak menarik lagi masuk  ke perut.

Sore itu semua orang yang kelaparan pun kembali ke asalnya masing-masing. Sudah cukup kenyang atau belum, yang pasti sudah waktunya pulang. Langit sore itu menyambut dengan mendung yang menggelantung, menahan air hujan  yang akan tumpah, mengantarkan mereka satu per satu.


___________________________________________________



Sepanjang hari itu, langit turut berubah bersama mereka. Pagi hari saat menjelang, masih terasa sejuk bersahabat; saat siang waktunya, terik cukup menyengat; diakhiri dengan mendung yang menahan air hujan, dan turun dengan segera saat mereka berpisah. Sungguh langit yang menggambarkan dengan persis suasana hati keduanya.

aoi

0 komentar:

Posting Komentar